PENGAWAS PAI, Sampai Kapan Bertahan?
(Sebuah koreksi kebjakan PMA No 2 Tahun 2012)
Oleh: Ia hidarya
Mukadimah
Pendidikan merupakan sebuah usaha pencapaian hidup terbesar yang dilakukan
dengan sengaja dan sistematis untuk
memotivasi, membina, membantu serta membimbing seseorang dalam mengembangkan
potensi yang dimilinya sehingga mampu
mencapai sebuah kompetensi yang mencerminkan kualitas diri yang lebih baik.
Pendidikan bukan suatu karya yang langsung jadi, tapi pendidikan merupakan
suatu proses dan layanan. Proses dan layanan akan berjalan baik bila semuanya
bergerak dalam pola yang teratur, pendidikan
harus dibangun sejalan antara pembangunan fisik dan ketersediaan tenaga
pendidik dan kependidikan yang bermutu dalam bingkai pola kebijakan visioner yang tepat dan terarah sehingga
mampu mendukung proses layanan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Kebijakan Ideal
Undang Undang Dasar 1945 (Versi amandemen) Pasal 31 ayat 3 menyebutkan
bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pelaksanaan dari UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 3 yang berbunyi Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan Peraturan Pemeritah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan
Provinsi sebagai daerah otonom telah mendorong perubahan besar pada sistem
pengelolaan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pendidikan
bukan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat melainkan tanggung jawab
pemerintah daerah. Pendidikan pada masa desentralisasi berbeda dengan
sentralisasi.
Pada masa sentralisasi, segala sesuatu seperti pengangkatan pengawas,
penganggaraan dana operasional pengawas, pengangkatan kepala sekolah, penetapan
jumlah murid, fasilitas dan sarana prasarana sekolah, sebagian besar ditetapkan
oleh pemerintah pusat, berbeda halnya setelah turunnya undang-undang tentang otonomi
daerah, kewenangan penyelenggaran bidang pendidikan dikelola oleh pemerintah
daerah.
Perubahan kebijakan ini menjadi dorongan kuat bagi daerah bahwa pendidikan
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemimpin ataupun pimpinan dalam suatu
lembaga tetapi menjadi tanggung jawab bersama untuk memberikan kontribusi
positif dalam peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, instrumen
pendidikan seperti guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan dan dewan
pendidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya diharapkan mampu bersinergi
sebagai suatu sistem yang utuh sehingga dapat menciptakan pendidikan yang
berkualitas. Tugas terpenting pengawas pendidikan idealnya mampu memberikan
alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, menjelaskan
mengenai tenaga kependidikan, bahwa
tenaga kependidikan adalah pengawas
sekolah, kepala sekolah, tenaga kepustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga
administrasi sekolah. Selanjutnya satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal,
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 tentang perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, pada pasal 54 disebutkan
Beban kerja pengawas satuan pendidikan bahwa pengawas mata pelajaran, atau
pengawas kelompok mata pelajaran dalam melakukan tugas pengawasan,
pembimbingan, dan pelatihan profesional Guru ekuivalen dengan paling sedikit 24
(dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Selanjutnya dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Pemenuhan Beban
Kerja Guru, Kepala Sekolah, Dan Pengawas Sekolah disebutkan bahwa beban
kerja Pengawas Sekolah adalah merencanakan, mengevaluasi, dan melaporkan
hasil pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan terhadap
Guru dan Kepala Sekolah di sekolah binaannya.
Secara khusus aturan terkait tugas dan fungsi Pengawas Sekolah dituangkan
dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010
Tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah Dan Angka Kreditnya. Dalam
peraturan ini dijlaskan dijelaskan bahwa: (1) Jabatan fungsional Pengawas Sekolah
adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab
dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial
pada satuan pendidikan; (2) Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan
pendidikan; (3) kegiatan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam
menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil
pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru, yang dlakukan melalui kegiatan pembinaan, pemantauan 8 Standar nasional
Pendidikan (SNP), Penilaian, dan pelatihan profesinal guru.
Kebijakan tentang pengawas sekolah merupakan sebuah tuntutan, dan
dimanisasi kebijakan menjadi sebuah keniscayaan dalam perkembangan pendidikan
di Indonesia. Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan di Indonesia
menjadi tumpuan peradaban generasi
bangsa, hal ini seiring dengan perhatian yang
begitu besar dari pemerintah
terhadap penguatan peran pendidikan agama di sekolah sebagai upaya untuk
mewujudkan tujuan pendidikan yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan, yang mengatur pola pelaksanaan
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada tiap jenjang pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat.
Kebijakan publik yang diterbitkan sebuah kementerian tentunya bertujuan
memberikan legal protection bagi
pegawai, dan memberikan pedoman kerja
yang jelas, terarah, terukur. Tasman Hamami (2004) dalam jurnal Pendidikan
Agama Islam menyimpulkan bahwa: “Pendidikan Agama Islam di sekolah umum
memiliki kedudukan yang kuat sebagai keharusan sejarah yang sejajar dengan
muatan pendidikan lain”. Keterlibatan pemerintah dalam pendidikan Agama Islam
di sekolah, sarna sekali bukanlah merupakan campur tangan pemerintah dalam
urusan agama., melainkan sebagai konsekuensi untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan rakyat dan bangsa Indonesia.
Kegiatan kepengawasan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
penilaian kinerja jabatan fungsional tertentu yang melekat pada seorang
pengawas Pendidikan Agama Islam, yang harus disususn sebagai laporan kinerja,
berupa angka kredit jabatan fungsional pengawas sebagaimana di syaratkan dalam
Permenpan dan RB Nomor 14 Tahun 2016 bahwa Angka kredit adalah satuan nilai
dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang
harus dicapai oleh seorang Pengawas Sekolah dalam rangka pembinaan karier
kepangkatan dan jabatannya.
Pengawas adalah satu bentuk kegiatan atau tindakan seseorang yang diberi
wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dan penilaian
terhadap orang lain/atau lembaga yang dibinanya. Tugas Pengawas hanya dilakukan
oleh seseorang yang beri tanggung jawab sebagai supervisor. (Sudjana dalam
Rahmah, 2018:177). Dalam dunia
pendidikan, seseorang yang menjalankan tugas tersebut dinamakan dengan pengawas
sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pada prinsipnya, pengawasan harus
dilakukan secara baik dan benar, hal tersebut bertujuan agar kualitas
pendidikan di setiap sekolah yang dibinanya akan semakin meningkat.
Pengawas harus mampu memberikan pengaruh atau dapat mengajak guru untuk
mencapai tujuan dan memperoleh hasil maksimal. Keduanya saling tergantung
sehingga salah satu tidak mungkin ada tanpa yang lain. Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT Surat an-Nahl ayat 125 yang artinya: "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
peringatan yang baik. Dan bantahlah mereka dengan (bantahan) yang lebih baik.
Sungguh, Tuhanmu ialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang yang mendapat bimbingan.“ Ayat ini
menginspirasi kepada pengawas untuk menjalani tugasnya dengan bijaksana,
santun, yang mengutamakan nasihat dan dialog.
Kondisi di atas tidak terlepas dari peran pengawas pendidikan sebagaimana
diuraikan Wiles & Bondi (1986:104) bahwa peran pengawas pendidikan adalah
“...to help teachers and other education
leaders understand issues and make wise decisions affecting student education”.
Pendapat tersebut dapat di artikan bahwa peran pengawas pendidikan adalah
membantu guru dan pemimpin pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat
keputusan yang bijak. Pengawas memiliki kiprahnya sangat strategis dalam
meningkatkan mutu pendidikan dengan tugas yang diembanya antara lain
membimbing, membina, memantau, supervisi, mengevaluasi, membuat laporan serta
menindaklanjuti hasil supervisi.
Mukhtar dan Iskandar (2009:34) menyatakan bahwa: “istilah supervisi berarti
mengamati, mengawasi atau membimbing kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
orang lain dengan maksud untuk mengadakan perbaikan”. Lebih khusus Mukhtar dan
Iskandar (2009:39) menyebutkan bahwa:
Supervisi pendidikan sebagai suatu
usaha mengoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di
sekolah dalam aspek pengajaran. Pengawas harus berfungsi sebagai supervisor.
Adapun yang dimaksud dengan tugas supervisi adalah mencari kendala yang
dihadapi kepala sekolah dan guru, serta mencarikan jalan keluarnya. Bila
fungsinya sebagai supervisor, semestinya setiap hari seorang pengawas sering berkomunikasi
dengan kepala sekolah. Mereka melakukan pendampingan dan mencarikan solusi
terhadap persoalan yang dihadapi kepala sekolah.
Piet Sahertian mengemukakan bahwa pengawas dapat berperan sebagai: 1)
koordinator, ia mengkoordinasi program belajar mengajar, tugas-tugas anggota
staf berbagai kegiatan yang berbedabeda di antara guru, 2) konsultan, ia dapat
memberi bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik
secara individual maupun secara kelompok, 3) pemimpin kelompok, ia dapat memimpin
kelompok sejumlah staf guru dalam mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan
kebutuhan profesional guru secara bersama-sama. Sebagai pemimpin kelompok ia
bisa mengembangkan ketrampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan
kelompok (working with the group),
dan bekerja melalui kelompok (working
through the group). (Sahertian, 2000:36).
Kebijakan
Alternatif
Seiring dengan dinamika perkembangan kebijakan pendidikan secara makro,
Kementerian Agama, sebagai lembaga pemerintah yang diberikan kewenangan dalam
mengelola Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan, menerbitkan peraturan
tentang kepengawasan melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah.
Di dalam PMA Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, disebutkan bahwa pengawas Pendidkan Agama
Islam ( PAI) adalah guru PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas
Pendidikan Agama Islam yang tugas, tanggung jawab dan wewenangnya melakukan
pengawasan penyelenggaraan pendidikan Agama Islam pada sekolah.
Selanjutnya pada pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa Pengawas PAl pada
Sekolah mempunyai fungsi melakukan: a) penyusunan program pengawasan PAl; b) pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan
profesi guru PAl; c) pemantauan
penerapan standar nasional PAl; d) penilaian hasil pelaksanaan program pengawasan; dan e)
pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan. Kemudian pada Pasal 15
ayat (4) disebutkan bahwa Pengawas
PAl pada
Sekolah memiliki kewenagan: a) memberikan masukan,
saran, dan bimbingan
dalam penyusunan, pelaksanaan, dan
evaluasi pendidikan dan/
atau pembelajaran
Pendidikan Agama Islam kepada Kepala Sekolah
dan instansi yang membidangi urusan pendidikan
di Kabupaten/Kota; b) memantau
dan menilai kinerja
Guru PAl serta
merumuskan saran tindak lanjut
yang diperlukan; c) melakukan
pembinaan terhadap Guru PAl; d) memberikan pertimbangan
dalam penilaian pelaksanaan
tugas guru PAl kepada pejabat
yang berwenang; dan e) memberikan
pertimbangan dalam penilaian
pelaksanaan tugas dan penempatanGuru PAl
kepada Kepala Sekolah
dan pejabat yang berwenang.
Untuk melaksanakan tugas kepengawasan maka pengawas PAI harus
memiliki kompetensi khusus, sesuai dengan PMA Nomor 2 Tahun 2012 pada
Pasal 18 disebutkan bahwa Kompetensi
yang harus dimiliki oleh
Pengawas PAl pada Sekolah meliputi: a)kompetensi kepribadian; b) kompetensi
supervisi akademik; c)
kompetensi evaluasi pendidikan;
d) kompetensi penelitian dan
pengembangan; dan e)
kompetensi sosial
Jika dibandingkan dengan Permenpan dan RB Nomor 14 Tahun 2016 maka ruang
lingkup tugas, beban kerja dan kewenangan kepengawasan PAI didalam PMA Nomor 2
Tahun 2012 hanya memiliki
kewenangan terkait dengan tugas
kepengawasan akademik saja, yaitu meningkatkan kompetensi guru yang berkenaan
dengan pelaksanaan tugas pembinaan, pemantauan, penilaian dan pelatihan
profesional guru PAI dalam merencanakan dan menilai hasil pembelajaran PAI
serta membimbing dan melatih Profesional
guru PAI.
Kebijakan
kotraproduktif
Terbitnya PMA Nomor 2 Tahun 2012, merupakan jawaban atas mimpi indah bagi
guru-guru PAI yang ingin meningkatkan karir kepegawaiannya, bak gayung bersambut, hampir seluruh kantor
wilayah kementerian agama di Indonesia melakukan rekrutment terhadap guru dan
kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan Agama Islam yang ingin menjadi
pengawas PAI.
Hal serupa dilakukan Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Barat, melalui
Bidang Pendidikan Agama Islam, pada akhir tahun 2012 mulai melaksanakan sosialisasi ke seluruh
pemerintah daerah Kabupaten/kota, yang selanjutnya dilakukan proses seleksi dan
uji kompetensi bagi calon pengawas PAI di wilayah kementerian Agama Jawa Barat.
Fakta dilapangan, ternyata tidak
seluruh dinas pendidikan pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa Barat
menyambut baik sosialisasi penjaringan calon pengawas PAI, bahkan ada
beberapa daerah yang menolak guru
dan kepala sekolah yang status kepegawaiannya di pemerintah daerah untuk ikut
seleksi calon pengawas PAI yang dilakukan kementerian Agama, kecuali mereka
pindah status kepegawaian ke kementerian agama, dan hal ini yang dilakukan guru
guru PAI dinas pendidikan kota Bandung. Beberapa Dinas pendidikan Kabupaten/kota
di Jawa Barat beralasan bahwa peraturan
yang tercantum di dalam PMA Nomor 2 Tahun 2012, jika di terapkan terhadap
pegawai dinas pendidikan, akan bermasalah terhadap kinerja pengawas itu
sendiri, selain ada pasal yang tidak sesuai dengan aturan kepengawasan dalam Permenpan RB Nomor
21 Tahun 2010, juga dalam hal kewenangan
pengangkatan pengawas PAI menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
Kabupaten/kota, yang tentu saja hal ini tidak serta merta mengangkat pengawas,
karena harus di sesuaikan prosedur tetap dan kekuatan anggaran yang ada di
pemerintah daerah kabupaten/kota.
Ada banyak yang harus diungkap dalam
koreksi pola kebijkan ini, namun kita bisa menyebutkan inilah cerminan semrawut dan kurang nya
koordinasi dalam penysunan sebuah kebijakan. Singkatnya proses pengendalian
pendidikan bukan sekedar bagi bagi jatah dan kewenangan fungsional, namun
bagaimana pendidikan di Indonesia bisa lebih meningkat dengan sebuah proses manajemen
pendidikan yang teratur efektif dan
efesien.
Insya Allah
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar