PENGAWAS
PAI HARUS MENJADI PROBLEM SOLVER BUKAN MENJADI TROUBLE
MAKER
Oleh
: IA HIDARYA
Pengawas PAI SMA/SMK Kab Sukabumi
Cand.Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung
Membentuk sikap yang kritis, kreatif dan problem solver merupakan
suatu tuntutan bagi seorang pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI). Maka untuk
mencapai hal tersebut, seorang pengawas PAI harus selalu up to date dan selalu melakukan pembaharuan strategi, metode dan
teknik dalam tugas kepengawasannya.
untuk sosok problem solver, pengawas PAI harus menjadikan masalah yang
ditemukan sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam mencari
pemecahan atau jalan keluarnya. Problem solver sangat besar pengaruhnya
dalam proses pelaksanaan bimbingan dan pembinaan guru PAI, karena dengan adanya
problem solver maka proses
pengawasan akan semakin berkualitas. Seorang
pengawas PAI yang sudah menjadi problem solver maka tentunya dia akan
selalu kritis dan kreatif. Oleh karena
itu tuntutan menjadi problem solver seorang pengawas PAI harus memiliki
pemikiran yang kritis.
Dalam proses membentuk sosok pengawas PAI yang
problem solver diperlukan gaya
semangat konsientisasi, yaitu sebuah
proses kesadaran manusia dalam berpartisipasi secara kritis untuk menuju pada
suatu perubahan sangat diperlukan. Dalam hal ini peran pengawasan
salah satunya ialah kewenangan untuk
mengarahkan guru agar bisa mencapai
tingkat kesadaran kritis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di
sekolah.
Berpikir kritis bukan berfikir biasa, namun sebuah proses
penting, terarah, dan sistematis yang digunakan dalam kegiatan mental yang
meliputi proses merumuskan masalah, membuat keputusan. Berfikir kritis juga
melibatkan proses yang secara aktif dan penuh kemampuan untuk membuat konsep,
menerapkan, menganalisis, menyarikan, dan mengamati sebuah masalah yang
diperoleh ataupun diciptakan dari pengamatan, pengalaman, komunikasi dan lain
sebagainya. Ada dua
komponen yang membentuk kemampuan berpikir kritis sesorang. Yaitu kemampuan untuk menghasilkan dan memproses informasi
atau kepercayaan dan kebiasaan, dengan berdasarkan komitmen intelektual.
Proses pembimbingan terhadap guru harus bisa menempatkan guru sebagai subjek pembelajaran dimana pengalaman
mendidik dan mengajar guru digunakan sebagai patokan dalam materi tugas
supervisi. Kegiatan pembinaan dan pembimbingan harus menggugah kesadaran kritis
guru PAI dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran. Pengawas PAI memberikan suatu bahan permasalahan terkait
pembelajaran PAI atau program keagamaan untuk dikaji oleh guru, kemudian guru diberi
kebebasan untuk berpendapat. Selanjutnya pendapat guru dibandingkan dengan
pendapat pengawas, sehingga akan terjadi kolaborasi pemikiran yang pada
akhirnya akan diperoleh pemecahan
masalah. Dengan begitu, masing-masing pihak akan saling menawarkan apa yang
mereka mengerti dan ketahui, bukan sekedar doktrin atau intruksi.
Berpikir kreatif merupakan suatu aktifitas mental yang dilakukan untuk
memupuk ide-ide yang orisinil serta menciptakan suatu pemahaman yang baru.
Untuk memacu pengawas PAI menjadi
kreatif, maka harus mampu mengembangkan kreativitas dengan cara meluangkan
waktu dan membuka ruang pemikiran yang luas untuk menuangkan segala ide dan
imajinasinya dalam profesinya sebagai
pengawas PAI. Misalnya dengan kegiatan menulis yang memaparkan pengalamannya
dalam tugas kepengawasan, melakukan penelitian atau temuan tentang metode
kepengawasan. Bebaskan daya kreatif diri seluas-luasnya, jangan terlalu banyak
menahan diri dalam melakukan suatu hal yang baru.
Problem solver merupakan sebuah mindset yang membawa seseorang berpikir positif untuk mencari jalan keluar dari
permasalahan. Problem solver juga merupakan suatu proses mental yang memerlukan
keterampilan lebih dalam menyelesaikan suatu masalah
Jadi, seorang Pengawas PAI dapat dikatakan telah menjadi problem solver,
jika ia telah berfikir kritis dan kreatif.. Dengan memiliki kemampuan sebagai
problem solver, maka kehadirannya selalu dinanti oleh guru-guru PAI, selalu
dikenal sebagai pengawas yang memiliki banyak ide dalam menghadapi masalah, dan
tentunya bukan menjadi trouble maker,
yang kehadirannya menjadi petaka bagi guru.
Disarikan dari berbagai sumber dan pengalaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar